Monday, September 2, 2024

Aku dan Polisi


Assalamualaikum. 

Lagi pengen cerita soal kelakuan aparat yang bernama polisi. Sejujurnya, aku males banget kalo harus berurusan sama aparat. Belom-belom udah parno aja. Kenapa parno? Ya, monmaap ya, perlakuan aparat kepada diriku itu ga bikin nyaman sih. 

Jadi, aku mau ceritain ya perlakuan aparat kepada diriku. Ada lima kali lah aku berurusan dengan aparat. Dua kali di Jakarta. Sekali di Puncak. Dua kali di Gaziantep. 

Di Jakarta, aku terpaksa harus ke kantor polisi karena aku kecopetan dan kehilangan paspor serta dokumen penting lainnya. Mau ga mau lah aku datangi itu Polres Jakarta Utara. Aku dibuatkan berita acara. Cenat-cenut kepalaku dengan segala cerita kecopetan itu. 

Selesai di BAP, aku dipanggil masuk ruangan, disampaikan oleh bapak polisi yang aku ga ingat lagi siapa namanya, bahwa biaya pembuatan BAP paspor itu Rp50.000. Dan aku kehilangan 3 paspor. Jadi hitunglah sendiri biaya yang aku harus bayar. Makin sakit kepalaku kan. Apalagi saat itu aku ga bawa uang karena ga paham kalo ada pungli atau biaya. Jadi, aku bilang, aku ga bawa uang. Nanti aku balik lagi. Harusnya, aku kabur aja kan. Bayangkanlah, orang sedang ada masalah, masih ditambah lagi biaya menyelesaikan masalah. 

Jauh sebelum itu, aku pernah juga dipalak polisi di Puncak. Waktu itu aku jalan sama pasangan aku yang WNI (Warga Negara Inggris). Dia tu lebih suka sewa mobil untuk keliling Jakarta dan sekitarnya. Sampai di Puncak, kita diberhentikan polisi. Entah apalah salahnya. Mungkin soal SIM dia kali, ya. Intinya kami kena tilang. Aku tembak aja, bayar berapa pak? 100ribu cukup? 

Dan kamu tahu, bapak polisinya jawab apa? 

Ah, jangan banyak-banyak, mba. 

Lah? 

Soal tilang ini juga terjadi di jalanan Jakarta. Waktu itu memang kami yang salah. Tapi, ya tetap juga begitu. Kupikir-pikir, lebih dari 3 kali kurasa aku ketemu sama polisi yang selalu UUD (ujung-ujungnya duit). 

Jadi, aku tu parno tiap kali liat pak pol di jalan. Ngeri dipalak. 

Ironisnya, aku punya pengalaman yang berbeda saat aku di Turki. Kalo kena tilang di jalan, ya pernah juga kena. Tapi, aku ga paham lah masalahnya apa. Yang pasti, aku sampai harus menunggu di pinggir jalan, lapar pas aku juga lagi hamil. Lumayan sengsara lah. 

Tapi, polisi Turki juga yang menolong aku dari prahara rumah tanggaku. Mereka datang ke rumah, jemput aku dan anak-anak dan membawa kami keluar dari teror yang menimpa kami waktu itu. Aku di proses di kantor polisi, di-BAP dan dikirim ke rumah perlindungan tanpa diminta biaya satu kuruş pun (kuruş itu pecahan uang terkecil di Turki). No pungli-pungli pokonya. Judulnya tu mereka melindungi dan mengayomi itu beneran dilakukan. Padahal aku bukan warga negara Turki kan. Waktu itu aku orang asing yang memang resmi dan punya ijin tinggal. Jadi, hak aku dan anak-anak (yang punya dwi kewarganegaraan) dijamin sama mereka. 

Ini murni cerita pengalaman aku ya, gaes. Jujur sih, aku juga pengen semua aparat pemerintah itu memanusiakan rakyat. Ya kan kita sama-sama manusia. Dan uang pajak rakyat loh yang dipakai untuk membiayai jalannya pemerintahan. Dan contoh polisi baik yang bisa diteladani juga banyak. Jadi, ya, semoga institusi polisi di Indonesia semakin baik dan bersahaja tanpa pencitraan dan coreng-moreng kepentingan penguasa. Aamiin. 

No comments:

Post a Comment