Monday, July 17, 2023

Cerita #2: Mobil Polisi

Sekitar rumah



Assalamualaikum.

Lanjut nih ceritanya. Kalau mau baca cerita pembukanya, silakan baca Selamat Tinggal Gaziantep. 

Jadi, perjalanan meninggalkan Gaziantep yang aku alami itu melibatkan mobil polisi, yeorobun

Eh, tapi, disclaimer dulu. 
Aku cerita begini ga bermaksud menjelek-jelekkan pihak-pihak yang terlibat dan tersebut loh ya. Ga pengen menyudutkan pula. Intinya cuma ingin berbagi cerita, siapa tau ada gunanya. Kalau ga berguna, skip aja bisa yaa.. 

Hari itu hari Rabu. Udara panas. Seharian aku sudah ga bisa mikir lagi. Cuma pengen lari saja dari rumah. Aku juga sudah berkomunikasi dengan staf KBRI yang akan mengeluarkan aku dari rumah. Intinya, aku kalut, gundah gulana dan sebagainya. 

Konsentrasiku buyar. Tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Hari itu aku masak nasi secukupnya untuk makan siang anak-anak dan merebus telor. Bisa bayangkan makan nasi dan telor rebus? Enak? Yang pasti, seret. 🤭

Tapi anak-anak ga protes. Setelah bapaknya pergi kerja, anak-anak biasa main dan beraktivitas bersamaku. Hari itu dia pergi kerja seperti biasa. Dia tidak curiga sama sekali soal rencana kepergianku. 

Apartemenku hari itu sudah mirip kapal pecah. Jemuran kerupuk gendar (iya, aku sering bikin kerupuk di musim panas karena susah cari kerupuk di Turki), jemuran pisang untuk bikin sale pisang, jemuran celana anak-anak, baju-bajuku yang kemarin sempat dikeluarkan karena histeris belum dilipat lagi, lantai berdebu, belanjaan kemarin tergeletak di foyer. 

Aku sudah tidak punya tenaga untuk membereskan semua itu. Menurut lo, orang yang disiksa lahir batin gitu bisa ya beberes rumah? Mikirin diri sendiri aja ga sempet. Jadi, wajar kan kalo aku cuma ingin pergi dan tidak kembali lagi. 

Sore hari, akhirnya, dua orang polisi mengetuk pintu apartemen kami. Hatiku ga karu-karuan. Kakiku lemas dan aku terjatuh di lantai begitu tahu mereka yang datang. Akhirnya, pahlawan penyelamatku datang juga. 

Pak polisi sempat bertanya ini itu kepadaku. Aku berharap dia segera membawa kami pergi walau aku tak tahu apa yang akan terjadi pada kami. Setelah puas bertanya, dia akhirnya menanyakan barang bawaanku. Sesuai dengan pesan staf KBRI supaya tidak membawa banyak barang, aku hanya membawa 2 totebag kesayanganku dan dokumen penting. Barang lain yang sebenarnya juga adalah harta berharga, aku tinggalkan. Jadi aku kembali ke Jakarta hanya dengan pakaian yang aku pakai dan 2 totebag, paspor, dan uang seadanya. 

Kami lalu keluar rumah. Aku bilang pada anak-anak bahwa kami akan pergi jalan-jalan dengan bapak polisi. Mereka senang saja mendengarnya. Aku pakaikan baju terbaik dan sepatu. Kami keluar dan aku melemparkan kunci pintu ke dalam apartemen. Bentuk apartemen itu sudah ga karu-karuan. Tapi aku ga peduli. Yang penting aku keluar dari situ. 

Di luar, para tetangga sedang asyik dengan kegiatan sore mereka: ngerumpi dan ngeteh. Mereka pasti melihat aku dan luka memar di sekitar bibirku. Aku tak peduli. Kami naik ke mobil polisi yang kemudian bergerak meninggalkan kompleks apartemen TOKİ itu. 

Dari dalam mobil polisi, aku hanya bisa memandangi gedung-gedung apartemen di sekitar kompleks dan padang-padang gersang mengering di musim panas. Anak-anak duduk dalam diam. Mereka juga asyik dengan pikiran mereka masing-masing. Aku terus membatin dan mengucapkan selamat tinggal pada kota kecil itu. Dan menghunjamkan tekad, takkan kembali lagi walau apapun yang terjadi.

Dan, kita rehat lagi sejenak, yaaa ☺

No comments:

Post a Comment