dari sini |
Assalamualaikum.
Semua orang pasti pernah dimarahi. Apapun alasannya. Sengaja atau tidak sengaja. Saya pun begitu. Beberapa kali saya harus menerima dimarahi orang. Rasanya pahit, sedih, tak berharga. Rasanya ingin marah balik tapi kadang tak kuasa. Akhirnya, dengan dongkol, saya terima saja.
Tentu saja, saya melewati proses panjang dalam rangka menerima kemarahan orang lain. Sebelumnya, jika ada yang marah kepada saya, saya pun balik marah kepadanya. Suasana makin runyam dan panas dan tidak ada penyelesaian. Hanya ada penyesalan.
Marah adalah perkara yang juga diperhatikan Rasulullah saw.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada seorang lelaki berkata kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, “Berilah saya nasihat.” Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan marah.” Lelaki itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan marah.”(HR. Bukhari).Dahulu ada juga seorang lelaki yang datang menemui Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan,
“Wahai Rosululloh, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.” (HR. Thobrani, Shohih)
Sebenarnya boleh saja kita marah karena rasa marah dimiliki oleh setiap manusia tapi kita dilarang menumpahkan kemarahan itu dan jika kita berhasil menahan si amarah tadi maka tentu saja kita berhasil mendapatkan surga.
Kembali ke soal dimarahi.
Ketika kita ditakdirkan untuk dimarahi orang, itu adalah bagian dari balasan Alloh swt atas dosa-dosa kita yang begitu banyaknya. Maka, Aa Gym menyarankan, jika kita mendapat kesempatan dimarahi orang, bertobatlah, beristighfarlah. Ingatlah dosa-dosa kita yang sudah lewat dan belum lagi kita mintakan ampun dari Alloh swt atas dosa-dosa itu.
Saran yang tidak mudah dilakukan.
Jadi, saya pun dimarahi hanya karena sesuatu yang tak penting, buat saya. Saya diam saja. Bagaimana mungkin saya ikut-ikut marah, saya sedang berpuasa. Ramadhan pun baru berjalan sebentar. Si pemarah tetap marah, walau lewat media sosial. Saya tetap tak menanggapi kemarahannya walau rasanya pahit bukan kepalang. Rasa pahit itupun mengundang air mata. Seperti saran Aa Gym, saya ingatlah semua dosa saya yang tak terhitung diiringi air mata. Hihi, adegan sinetron banget ya.
Ketika kita marah, sejatinya kita sedang dalam posisi tidak berfungsi normal. Akal tidak berguna dan setan sedang menguasai kita. Kata-kata kita dalam keadaan marah pun kadang tak bisa dipertanggungjawabkan walau efeknya bisa sangat parah. Pendeknya, marah itu sebuah kerugian buat kita.
Sementara jika kita kena marah maka kita sedang diberi kesempatan oleh Alloh swt untuk merenung dan memikirkan dosa-dosa kita. Sebuah kesempatan untuk bertobat, merendah di hadapan Alloh Ta'ala. Dan jika kita ridho menerima episode tersebut, insya Alloh hanya kebaikan yang akan kita dapatkan.
Namun demikian, menahan marah adalah jauh lebih baik untuk kita. Menahan amarah adalah juga tanda orang bertaqwa, seperti firman Alloh dalam surat Ali Imran:
133. Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Menahan amarah membutuhkan usaha yang sangat kuat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang yang mampu menahan amarah sebagai orang kuat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang hebat bukanlah orang yang selalu menang dalam pertarungan. Orang hebat adalah orang yang bisa mengendalikan diri ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan balasan Alloh bagi orang-orang yang dengan kuat menahan amarahnya bukan main-main. Simak kutipan hadis berikut:
“Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki. (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani).
Jadi, mari kita manfaatkan kesempatan di bulan Ramadhan ini untuk berusaha sekuat tenaga melatih menahan amarah dan belajar menerima kemarahan sebagai bentuk teguran dan kasih sayang Alloh swt pada kita. Semoga Ramadhan kali ini membuat kita makin sabar dan rendah hati. Aamiin.
Sumber:
No comments:
Post a Comment