Friday, July 24, 2015

Catatan Hari Raya: Tanda Cinta

Menu Hari Raya

Assalamualaikum.

Idul Fitri pun usailah.
Idul Fitri saya kali ini agak misterius.

Dimulai dari hari-hari terakhir Ramadhan yang saya lewati dengan mengamati cuaca karena penasaran sama Lailatul Qadar. Subhanallah, saya tak bisa lagi memastikan kapan dia datang. Tahun lalu ada satu malam yang saya curigai sebagai malam Qadar. Tapi tahun ini, ia benar-benar jadi rahasia Ilahi. Saking penasarannya, ia terbawa mimpi pula. Ya Allah, pertemukanlah kami dengan RamadhanMu lagi dan berilah kami kesempatan mendapatkan malam QadarMu. Aamiin.

Hari Terakhir Ramadhan, hujan turun di Antep. Alhamdulillah. Saya sangat mengantuk hingga tidur cukup panjang. Lalu bersiap berbuka di hari terakhir dan menghabiskan malam takbiran memanggang kukis pesanan bumer yang sudah lama tertunda, sambil takbiran bersama youtube.

Di luar, aroma tanah sehabis diguyur hujan sore hari masih mengembara di udara dan memaksa masuk lewat jendela-jendela yang selalu terbuka selama musim panas. Di dalam, aroma kukis dipanggang menguar di udara, seperti berebut tempat di indera penciuman saya. Keduanya adalah aroma indah di malam takbiran walau gema takbirnya berasal dari youtube. Rasanya ga karu-karuan.

Terlalu banyak kenangan di malam takbiran yang datang bertubi-tubi memenuhi ingatan saya hingga tak sadar, air mata pun jatuh satu demi satu.

Malamnya, saya terlibat obrolan seru yang menjengkelkan bersama suami. Intinya, buat dia, saya adalah orang asing yang tak tahu apa-apa tentang Turki atau Antep. Jadi, jangan sok tahu. Menjadi muslim dan mukmin adalah hal berat di Turki karena Turki bukanlah negara Islam. Tapi kan bukan lantas berarti kita, muslim, bertingkah laku seperti bukan muslim. Justru kita harus tetap istiqomah bermujahadah menjadi mukmin. Tapi musuh Islam itu dimana-mana dan mereka punya kuasa. Loh, bukankah ada Allah swt yang Maha Berkuasa atas segalanya?

Pagi hari, suami berangkat sholat Eid di masjid yang dia sukai. Tak lupa saya membangunkan anak lelaki kami untuk pergi sholat Eid bersama bapaknya. Sholat Eid di Antep dimulai jam enam pagi. Cukup awal untuk ukuran musim panas.

Usai sholat, seperti biasa, kami ke rumah ibu yang cuma beda 4 blok. Tak lupa hantaran muffin cokelat dan kukis pesanannya. Plus rantang, bekal saya: lontong, sayur dan keripik kentang. Ibu mertua sudah siap dengan sepanci besar sup yuvarlama dan nasi yang dimasak dengan minyak. Dua masakan khas Antep dalam rangka hari raya. Dan saya tak bisa menyantapnya.

Menu Hari Raya a la Antep

Buat saya, lebaran berarti ketupat atau lontong, opor ayam atau sayur buncis, sambel goreng kentang, kerupuk, dan sejenisnya. Dan saya, seperti juga orang Indonesia lain akan senang sekali jika bisa bertemu masakan-masakan tersebut, terutama di hari raya. Maka saya pun menjadi berpikir panjang dan lama ketika ada orang Indonesia begitu antusias membantu mertua menyiapkan yuvarlama dan menyantapnya di hari raya. Situ, orang Indonesia bukan sih?

Tak hanya itu, kali ini saya sibuk menyeragamkan pakaian kami sekeluarga. Sarimbitan a la kadarnya. Temanya Men in Black, hehehe. Pakaian kami tak semuanya baru. Alhamdulillah, kami semua punya stok baju warna hitam. Cuma satu yang ga punya dan cuma satu itu pula yang harus dibeli, plus sepatu. Selebihnya baju yang ada dan mertua begitu senang menyambut kami kompak hitam-hitam.

Walau tahun ini saya kelelahan dengan acara memanggang kukis dan hanya punya sisa-sisa kukis di foto di atas itu, alhamdulillah, lebaran saya tak jauh beda dengan lebaran di tanah air. Orang-orang akan heran, mungkin. Buat apa saya bersusah payah menyiapkan semua itu? Apalagi teman-teman mahasiswa Indonesia hampir semuanya mudik dan tak ada yang lebaran di Antep. Tentu saja saya rela bersusah payah, toh tak terlalu susah juga. Seperti juga nastar, lebaran adalah memento. Tanda cinta, yang kekal tak habis dimakan waktu dalam ingatan saya. Tanda cinta yang sudah sejak awal saya mulai untuk anak-anak saya supaya mereka juga "merasakan" kebiasaan lebaran ibunya dan bapaknya.

Setidaknya, mereka akan tahu apa makanan orang Indonesia saat hari raya tiba. Setidaknya, mereka paham bahwa ada kebiasaan-kebiasaan yang tak bisa begitu saja dihilangkan, diabaikan, walau kita jauh di negeri orang.

Jadi, jangan lupa semarakkan hari raya dengan tanda cinta dari kampung halaman yang jauh di mata, dengan sederhana dan apa adanya, dimanapun kita berada. Selamat hari raya!

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...