Sunday, May 29, 2016

Piala Thomas dan Uber: Dua Tahun Lagi, Mungkin

Tim Piala Thomas Indonesia

Assalamualaikum.

Minggu lalu saya sempatkan nonton babak final perebutan piala Thomas lewat streaming yang ndut-ndutan karena koneksinya ga akur. Indonesia akhirnya menang. Menang-gung kekalahan dan menunda kemenangan, mungkin, dua tahun lagi. Insya Allah.

Seperti biasa, ini ulasan a la emak-emak. Jangan terlalu baper bacanya, yak. Ini sekedar nostalgia aja kok.

Sejak kecil, saya memang dikenalkan sama olahraga walau ga demen banget namanya olahraga. Tapi nonton doang mah, mau deh. Khusus bulutangkis, saya pernah dengan sukarela masuk klub. Ga lama saya keluar karena waktu itu sekolah saya masuk siang. Mungkin kalau diterusin, saya bisa jadi Mia Audina juga. Halaaah.

Yawes, gagal jadi pemain bulutangkis, saya pun jadi penonton setia bulutangkis. Kalau ada pertandingan bulutangkis yang disiarkan di tipi, bisa dipastikan saya bagai nonton langsung di tkp. Ribut, histeris dan heboh ga karu-karuan. Padahal nontonnya sendirian. Haha. Alhamdulillah ga diciduk hansip.

Ya kalau nonton adem ayem aja mana seru. Yang ada, saya ketiduran di depan tipi.

Ga ada alasan apa-apa sih. Naksir pemainnya juga engga. Cuma ada rasa bangga dan nasionalisme yang tumpah ruah kalau para pemain bulutangkis Indonesia itu berhasil menjuarai pertandingan-pertandingan kelas dunia model Thomas-Uber Cup gitu. Rasanya merinding disko gitu deh saat melihat bendera merah putih berkibar diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

Malah pernah, saking berkesannya, saya ingin mengabadikan nama-nama pemain bulutangkis itu dengan memberikan namanya pada anak-anak saya kelak. Hehe lebay dot kom.

Lama kali lah saya ga nonton pertandingan bulutangkis lagi. Asik-asik nonton balap F1. Baru kemarin itulah saya kembali melihat perebutan Thomas Cup. Rasanya galau. Kalau saya ga nonton, saya pasti penasaran. Kalau nonton, deg-degannya mana tahan. Tangan dan kaki terasa dingin. Mau teriak, takut didatangi tetangga. Maklum tinggal segedung rame-rame.

Apalagi lihat pemain-pemain bulutangkis Indonesia yang bertanding itu sebagian besar pemain muda yang minim pengalaman. Jadi kesalahan kerap dibuat. Bikin gemes pemirsa.

Akhirnya di pertandingan terakhir, saya matikan iPad. Tak kuat lagi nonton. Daripada megap-megap tensi naik, lebih baik cuci piring. Loh??

Hasilnya, seperti kita ketahui bersama: Indonesia kalah dari Denmark dan piala Thomas untuk pertama kalinya kembali ke benua Eropa. Terus saya jadi agak gimana gitu sama Denmark. Apa sih ini??

Ya, kadang kita memang harus siap menang dan harus siap kalah plus harus siap tidak mencela atau mengkambinghitamkan pihak-pihak tertentu. Saya sendiri ga siap kalah, makanya saya ga nonton sampai habis. Hehehe. Tapi, saya setuju dengan pendapat-pendapat di twitter (lihat kata oom Rudy Hartono dan tante Yuni Kartika, plus oom Andreas Joeda) bahwa kita, pemerintah dan bangsa perlu memberi perhatian lebih pada bulutangkis karena hanya di cabang olahraga ini Indonesia bergigi. Gigi taring. Mudah-mudahan tajam, lagi.

Hanya di bulutangkis kita bisa punya maestro, juara dunia dan seabreg gelar keren lainnya. Saya sampe bangga hati cerita panjang lebar pada suami saya yang orang Turki, apalagi Turki tak pernah belum berprestasi di cabang bulutangkis. Oleh karena itu kita perlu serius dalam mengembangkan olahraga ini dan juga serius melestarikan tradisi juara. Serius berarti memberikan dana lebih agar organisasi yang menaungi olahraga ini bisa lebih intensif mencari bibit-bibit pemain baru yang unggul, memperbaiki teknologi dan fasilitas latihan, memberi kesempatan berkompetisi yang lebih luas dan meningkatkan kesejahteraan pemain dan pelatih yang sudah mencurahkan waktu, tenaga dan hidupnya demi nama bangsa dan negara.

Jadi serius bener ini yak?? Tapi bener dong? Setuju kan pemirsa? Saya sih setuju, karena saya ga mau udah semangat nonton sepagian taunya kalah. Huhuhu. Apa yang Denmark lakukan itu jahat. Apalagi deh ini. Hahaha.



Semoga dua tahun kemudian, Allah ijinkan kita membawa pulang dan menyandingkan piala Thomas-Uber dan piala Sudirman juga kalau perlu. Jadi threesome dong. #eh. #abaikan.

Semoga pemain-pemain bulutangkis Indonesia makin kaya pengalaman dan makin canggih teknik bermainnya sehingga mampu mempersembahkan yang terbaik untuk negara tercinta. Aamiin.

In-do-ne-sia prok prok prok prok prok!



sumber foto:
INABadminton
Kaskus
posted from Bloggeroid

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...