Friday, July 5, 2013

NGAJI di WARTEG: Fiqih Ramadhan oleh Ustadzah Salmah Lestari

  • Gambar dari Nasehat Islam
    Berikut ini adalah ringkasan dari pengajian muslimah di Skype dengan tema Fiqih Ramadhan yang disampaikan oleh ustadzah Salmah Lestari, dengan beberapa tambahan dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

    Apa İtu Puasa?
    Shaum atau puasa secara bahasa bermakna al-imsak atau menahan diri dari sesuatu seperti menahan diri dari makan atau berbicara. Makna shaum seperti ini dipakai dalam ayat ke-26 surat Maryam. “Maka makan dan minumlah kamu, wahai Maryam, dan tenangkanlah hatimu; dan jika kamu bertemu seseorang, maka katakanlah saya sedang berpuasa dan tidak mau berbicara dengan siapapun.”

    Sedangkan secara istilah, shaum adalah menahan dari dari dua jalan syahwat, mulut dan kemaluan, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan pahala puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. 

    Hukum Puasa Ramadhan
    Alloh Ta’ala berfirman,

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al Baqoroh: 183)

    Umat Islam telah bersepakat tentang wajibnya puasa Romadhon dan merupakan salah satu rukun Islam yang dapat diketahui dengan pasti merupakan bagian dari agama. Barang siapa yang mengingkari kewajiban puasa Romadhon maka dia kafir, keluar dari Islam.

    Keutamaan Puasa Ramadhan
    “Orang yang berpuasa di bulan Romadhon karena iman dan mengharap pahala dari Alloh maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (Muttafaqun ‘alaihi)

    Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman dalam hadits Qudsi, “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Puasa tersebut adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

    “Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Alloh pada hari kiamat daripada bau misk/kasturi. Dan bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan, ketika berbuka mereka bergembira dengan bukanya dan ketika bertemu Alloh mereka bergembira karena puasanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

    “Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Royyaan. Pada hari kiamat orang-orang yang berpuasa masuk surga melalui pintu tersebut dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Dikatakan kepada mereka, ‘Di mana orang-orang yang berpuasa?’ Maka orang-orang yang berpuasa pun berdiri dan tidak masuk melalui pintu tersebut seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, pintu tersebut ditutup dan tidak ada seorang pun yang masuk melalui pintu tersebut.” (Muttafaqun ‘alaihi)

    Kapan Berpuasa?
    Dengan melihat hilal. 

    Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berpuasalah karena melihat hilal Romadhon, berhari raya-lah karena melihat hilal Syawwal. Jika hilal tertutupi mendung maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” (Muttafaqun ‘alaih. Lafazh Muslim)

    Rukun Puasa
    1. Niat.

    Sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (Muttafaqun ‘alaihi)

    Niat dilakukan sebelum subuh. Jadi tiap malam setelah isya atau sebelum shubuh kita melakukan niat.
    Niat tidak harus di ucapkan, karena niat adalah perbuatan hati, tekad atau azzam (komitmen) yang ditancapkan di dalam hati.

    2. Menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa (makan, minum, berhubungan suami istri) dari mulai waktu fajar (terbit matahari) sampai magrib (terbenamnya matahari).

    Siapa yang Wajib Berpuasa Ramadhan?
    Muslim, berakal, baligh, tidak dalam perjalanan.

    Ulama bersepakat bahwa puasa diwajibkan atas orang Islam, berakal, sudah baligh, sehat dan tidak sedang bepergian. Bagi wanita harus tidak dalam keadaan haid dan nifas. (Fiqh Sunnah). Jika ada orang sakit dan musafir tetap berpuasa, maka puasanya sah. Karena bolehnya berbuka bagi keduanya adalah keringanan/rukhshoh, maka jika keduanya tidak mengambil rukhsokh-nya maka itu juga hal yang baik.

    Siapa yang Diperbolehkan Tidak Berpuasa?
    1. Orang tua yang sudah tua dan tidak mampu untuk berpuasa
    2. Ibu-ibu yang lemah dan tidak bisa untuk berpuasa
    3. Orang yang sakit nya parah dan tidak bisa berpuasa
    Semua kategori orang tersebut diberikan keringan tidak melakukan puasa ramadhan dan harus meembayar fidyah, yaitu dengan memberi makan kepada orang miskin.

    Wanita Hamil dan Menyusui Membayar Puasa atau Fidyah?
    Masalah wanita yang sedang hamil atau menyusui memang tidak ada nash yang sharih untuk menetapkan bagaimana mereka harus mengganti puasa wajib. Yang ada nashnya dengan tegas adalah orang sakit, musafir dan orang tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa.

    Orang sakit dan musafir dibolehkan untuk tidak puasa, lalu sebagai konsekuensinya harus mengganti (qadha') dengan cara berpuasa juga, sebanyak hari yang ditinggalkannya.

    Sedangkan orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu lagi untuk berpuasa, boleh tidak berpuasa namun tidak mungkin baginya untuk mengqadha (menganti) dengan puasa di hari lain. Maka Allah SWT menetapkan bagi mereka untuk membayar fidyah, yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebagai satu mud.

    Dalil atas kedua kasus di atas adalah firman Allah SWT:
    Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (dibolehkan berbuka dengan mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)

    Bagaimana dengan wanita hamil dan menyusui, apakah mereka mengganti dengan puasa atau dengan bayar fidyah? Atau malah kedua-duanya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.

    Jumhur Ulama
    Di dalam kitab Kifayatul Akhyar, disebutkan bahwa masalah wanita hamil dan menyusui dikembalikan kepada motivasi atau niatnya. Kalau tidak puasa karena mengkhawatirkan kesehatan dirinya, maka dianggap dirinya seperti orang sakit. Maka menggantinya dengan cara seperti mengganti orang sakit, yaitu dengan berpuasa di hari lain.

    Sebaliknya, kalau mengkhawatirkan bayinya, maka dianggap seperti orang tua yang tidak punya kemampuan, maka cara menggantinya selain dengan puasa, juga dengan cara seperti orang tua, yaitu dengan membayar fidyah. Sehingga membayarnya dua-duanya.

    Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
    Namun menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, wanita yang hamil atau menyusui cukup membayar fidyah saja tanpa harus berpuasa. Karena keduanya tidak berpuasa bukan karena sakit, melainkan karena keadaan yang membuatnya tidak mampu puasa. Kasusnya lebih dekat dengan orang tua yang tidak mampu puasa.

    Dan pendapat kedua shahabat ini mungkin tepat bila untuk menjawab kasus para ibu yang setiap tahun hamil atau menyusui, di mana mereka nyaris tidak bisa berpuasa selama beberapa kali ramadhan, lantaran kalau bukan sedang hamil, maka sedang menyusui.

    Adab-adab berpuasa:
    1. Makan sahur (porsinya cukup, tidak kurang dan tidak banyak, waktunya tengah malam sampai sebelum adzan subuh dan disunnahkan untuk mengakhirkan sahur),

    2. Menyegerakan berbuka,

    3. Berbuka puasalah dengan doa berikut,
    Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
     ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ
    “Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.”
    [Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki]
    (Hadits shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, no. 2357] dan selainnya; lihat Shahih al-Jami’: 4/209, no. 4678)
    4. Menahan diri atau menjauhkan diri dari segala sesuatu yang bertentangan dengan puasa,
    5. Bersiwak. Membersihkan gigi atau menggosok gigi. Tidak harus pakai kayu siwak. Intinya kita harus membersihkan gigi ketika berpuasa,
    6. Senantiasa bersikap dermawan, selalu bersedekah, dan hendaknya senantiasa mempelajari Al Quran,

    7. Berusaha semaksimal mungkin fokus beribadah di 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Dimana salah satu malam terakhir tersebut adanya malam Lailatul Qadar.

    Hal-hal yang dibolehkan ketika berpuasa
    1. Menyiram badan dengan air, atau berendam. Khususnya untuk musim panas, kita boleh menyiram tubuh kita dengan air supaya segar.
    2. Boleh melakukan suntikan obat atau infus, tapi bukan obat yang harus diminum atau melalui mulut.
    3. Berciuman antara suami istri, selama bisa menahan syahwatnya.
    4. Berbekam.
    5. Berkumur-kumur dan menghirup air dalam berwudhu selama bisa menjaga airnya tidak berlebihan, supaya tidak terminum.
    6. Boleh berhubungan suami istri ketika setelah berbuka sampai subuh. Mandi wajibnya boleh diakhirkan setelah adzan shubuh.
    8. Keluar air mani dengan sendirinya.

    Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
    1. Makan dan minum dengan sengaja, kalau tidak sengaja atau lupa puasa bisa dilanjutkan lagi.
    2. Muntah secara sengaja, kalau tidak sengaja karena mual atau pusing puasanya masih bisa dilanjutkan.
    3. Berhubungan suami istri, keluar air mani karena berpelukan, berciuman atau karena sesuatu yang membangkitkan syahwat. Tapi kalau mimpi basah dan keluar air mani maka puasa tetap sah.
    4. Segala sesuatu yang masuk mulut dan kerongkongan.
    5. Niat untuk berbuka. Maka batallah puasanya.

    Sumber rujukan lain:
    http://www.rumahfiqih.com/ust/e2.php?id=1188276793
    http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/panduan-puasa-ramadhan.html
    http://www.dakwatuna.com/2007/08/24/231/fiqih-ringkas-tentang-puasa/#axzz2XKilCm2i
    http://www.arrahmah.com/read/2011/08/02/14407-doa-berbuka-puasa-yang-shahih.html

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...