Satu hal yang menjadi pertanyaan para orang tua (termasuk saya) yang ingin menerapkan homeschool pada anak-anak mereka adalah bagaimana cara mengajarkan semua pelajaran pada anak? Apakah orang tua (homeschoolers) harus mengajarkan SEMUA? Lalu bagaimana dengan orang tua yang mempunyai keterbatasan akademis sementara begitu banyak hal yang perlu diketahui dan dipelajari oleh anak-anak apalagi di era informasi seperti sekarang ini?
Itulah pokok bahasan pada webinar ketiga tentang homeschool yang diadakan oleh Rumah İnspirasi. Bagaimana menyiapkan anak menjadi pembelajar mandiri sehingga mampu terus belajar dan menyerap informasi yang berguna bagi dirinya kelak.
Pada dasarnya anak adalah individu seperti orang dewasa umumnya. Mereka punya keinginan, keingintahuan dan ketertarikan yang membuat mereka terus bereksplorasi sejak mereka dilahirkan. Tugas orang tua sebagai mitra anak dalam proses homeschool adalah menjaga rasa ingin tahu dan rasa penasarannya terhadap sesuatu hal sehingga anak dapat terus menimba ilmu secara alami tanpa harus disuruh-suruh dan didorong-dorong orang tua. Jadi inget nih, dulu kerjanya dicerewetin terus supaya mau belajar, hihi.
Lalu bagaimana cara orang tua menjaga semangat dan rasa ingin tahu pada anak sehingga ia bisa menjadi pembelajar mandiri (otodidak)?
Orang tua harus terus memberikan stimulus yang dapat dilakukan secara bertahap. Orang tua adalah orang dewasa pertama yang dilihat oleh anak. Apa yang dilakukan orang tua biasanya dilihat dan ditiru oleh anak. Proses melihat akan berkembang menjadi meniru dan akhirnya anak melakukan juga apa yang dilakukan orang tua. Sampai disini saya jadi ingat artikel yang menyebutkan "jika ingin anak soleh, jadilah orang tua yang soleh". Karena memang mustahil menjadikan anak soleh jika orang tuanya tidak soleh; menyuruh anak sholat tapi orang tuanya tidak sholat. Bagaimanapun teladan atau contoh lebih mudah ditiru apalagi anak memang peniru yang hebat.
Selain stimulus berupa contoh atau teladan yang baik, orang tua perlu terus melakukan komunikasi dua arah, mengajarkan anak untuk memilih dan paham dengan konsekwensi pilihannya, misalnya dalam memilih warna baju yang akan dipakai atau memilih kegiatan yang akan dilakukan. Komunikasi dua arah yang positif ini penting karena dalam proses homeschool orang tua adalah teman belajar anak tanpa harus mencampuri atau mendikte cara belajar dan apa yang akan dipelajari.
Hal lain adalah menciptakan sistem insentif-disentif yang konsisten. Jika anak sudah memilih apa yang ingin dipelajari dan cara belajarnya maka apapun itu harus dihargai. Tapi bukan dengan iming-iming hadiah coklat satu lusin atau mainan baru atau yang lainnya. Dalam hal ini penghargaan tidak mesti berupa materi. Malahan insentif berupa materi membuat anak belajar karena ingin imbalan bukan karena ingin belajar. Misal, jika kita ingin anak berkata jujur maka apapun kejujuran yang dilontarkan anak haruslah diterima dan tidak membuat kita naik darah. Reaksi orang tua akan mempengaruhi cara pandang anak terhadap kejujuran itu.Apakah akan terus jujur atau tidak perlu jujur karena kalau jujur dimarahi orang tua.
Tarik napas dulu.
Ternyata ini yang dimaksud kompleksitas proses homeschool. Dari sesi ini, selain kompleksitas karena hubungan orang tua dan anak, ada beberapa hal yang terngiang-ngiang di kepala saya:
Ternyata ini yang dimaksud kompleksitas proses homeschool. Dari sesi ini, selain kompleksitas karena hubungan orang tua dan anak, ada beberapa hal yang terngiang-ngiang di kepala saya:
1. Homeschool adalah proses maraton. Orang tua tidak melulu dan tidak hanya mengajarkan isi (content) tapi juga mengajarkan atau memberitahukan bagaimana cara belajar, cara menggunakan mesin pencari (google), cara membaca (peta, resep, diagram, dll). Jadi, berikan kailnya bukan ikannya. Ikannya atau hasilnya baru bisa dilihat setelah proses yang lama dan waktu yang panjang. Jadi biarlah waktu yang bicara dan jangan ada dusta di antara kita (eh?).
2. Yang penting bukan BİSA tapi BİASA. Bukan masalah anak bisa calistung melainkan anak biasa calistung dan kebiasaan itu membuatnya cinta dan suka calistung. Bukan masalah kapan BİSA bacanya melainkan saat sudah bisa anak jadi terbiasa dan SUKA membaca.
3. Dalam prosesnya, orang tua dan anak haruslah merasa nyaman melakukan homeschool bersama-sama. Jika anak tidak nyaman belajar ditemani orang tua atau orang tua yang uring-uringan melihat cara belajar anaknya yang tidak sesuai dengan keinginannya maka mungkin kita harus bertanya kembali, sudah tepatkah kita memilih homeschool?
Nah, sesi webinar dengan bahasan yang lebih dalam lagi tentang serba-serbi homeschool akan dilanjutkan Kamis depan, insya Alloh. Silakan kunjungi Rumah İnspirasi untuk info lengkapnya.
No comments:
Post a Comment