Sunday, January 12, 2014

Tentang Bilingualisme

Konsekwensi logis hasil perkawinan campuran adalah lahirnya anak-anak yang kelak dapat berbahasa atau memahami banyak bahasa yang dikenal dengan istilah multilingual.

Anak-anak yang dibesarkan dengan dua atau banyak bahasa, pada awalnya mengalami kebingungan dengan adanya banyak bahasa yang mereka kenali. Namun kemudian, dengan sendirinya, mereka dapat menguasai dan memisahkan bahasa-bahasa tersebut.


Dari Sini


Contoh yang saya lihat dari anak saya yang perempuan adalah ia cepat sekali menangkap bahasa Indonesia dari ibunya dan bahasa Turki dari nenek dan keluarga bapaknya. Selain kecepatan itu, ia juga menangkap tata bahasa Turki yang kemudian dipakainya dalam kalimat bahasa Indonesia. Sering kali ia berkata, "Azra, bebek mau" alih-alih "Azra mau bebek".

Tapi ia dapat dengan jelas membedakan kapan harus memakai bahasa Turki dan kapan harus memakai bahasa Indonesia walau di saat yang sama ada ibu dan neneknya disitu. Jadi, campur aduk tata bahasa masih terjadi walaupun ia sudah bisa membedakan situasi pemakaiannya.

Mungkin itulah salah satu keuntungan dilahirkan di keluarga bilingual. Bahasa-bahasa itu secara otomatis dapat dikuasai sampai kelak terjadi seleksi alam dimana salah satunya akan tergusur dan digusur atau bahkan dua-duanya atau semua bahasa itu berkembang sama baiknya. Subhanalloh.

Tidak ada salahnya membesarkan anak secara bilingual karena memang banyak kelebihan dan sisi positifnya. Ungkapan bahasa adalah jendela dunia pastinya membuat kesempatan orang bilingual menguak jendela-jendela informasi lebih besar daripada orang monolingual.

Tapi, kenyataan tersebut bukan berarti membuat orang tua monolingual harus mengirimkan anak-anaknya untuk kursus bahasa asing sejak dini. Kenyataan di atas dapat terjadi lebih berkualitas jika anak-anak dibesarkan di keluarga sebagai penutur asli bahasa-bahasa tersebut, misalnya, ayah konsisten berbahasa Inggris dan ibu konsisten berbahasa Indonesia.

İtupun masih harus dibarengi dengan kebutuhan anak akan bahasa tersebut. Misalnya, penggunaan bahasa tertentu di sekolah sementara ada bahasa lain di rumah. Keduanya akan berjalan beriringan dalam memori bahasa anak karena keduanya dibutuhkan anak.

Jadi, mengirimkan anak ke kursus bahasa asing mungkin dapat membantu anak menguasai bahasa asing tersebut namun hal itu harus dibarengi dengan kebutuhan. Apakah anak membutuhkan bahasa tersebut? Atau hanya sekedar memenuhi gengsi orang tuanya? Akan lebih baik lagi jika keluarga yang secara konsisten berbicara dalam bahasa-bahasa tertentu dan membuat si anak merasa butuh untuk menguasai bahasa tersebut dalam rangka berkomunikasi dengan anggota keluarganya.

Nah sekarang saya tahu, kenapa pelajaran bahasa Turki saya tidak maju-maju dan saya tidak bunyi-bunyi. Mungkin saya merasa belum butuh? Eh?

Disarikan dari The Economist

2 comments:

  1. ini yang saya tunggu-tunggu.. perkembangan bahasa anak multilingual. kayaknya perlu dibuat buku nih seperti si echa.

    ReplyDelete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...