Antep masih galau setelah pemberitaan ngaco dari media terngaco se-Indonesia. Musim semi yang seharusnya ceria dan gembira menjadi sedikit suram dengan hujan bahkan salju yang kemarin turun lagi. Ditambah musim ujian yang sedang berlangsung menambah kalutnya suasana. Halah.
Setelah pemberitaan yang memancing keresahan dan kemarahan berbagai pihak kemarin itu, kami di Gaziantep kedatangan wartawan TVONE yang meliput selama kurang lebih seminggu. Ia datang sendiri. Kami menemuinya dan membantunya mendapatkan berita serta mengklarifikasi semua yang sudah telanjur sampai kepada masyarakat Indonesia.
Sejauh ini, sepertinya berhasil.
Lalu, tiba-tiba suami saya mendapat telepon dari seseorang yang mengaku sebagai wartawan dari media tersebut di atas, tengah malam. Pertama, dia bilang dia mendapatkan nomer telepon suami saya dari wartawan TVONE padahal suami saya tidak pernah mengobral nomer teleponnya kepada wartawan manapun. Bahkan para mahasiswa pun tak banyak yang tahu.
Si wartawan ingin bertemu dengan suami untuk sekedar ngobrol. Suami yang tadinya mengiyakan lalu menjadi penuh pertimbangan setelah tahu apa yang sudah terjadi. Singkat cerita, ia membatalkan pertemuan karena dia pikir tak ada gunanya bicara dengan wartawan, tentang apapun. Apalagi situasi global sedang tak menentu. Salah bicara bisa fatal akibatnya.
Ketika suami menelepon untuk membatalkan pertemuan, si wartawan bilang bahwa dia mendapatkan nomer telepon dari seorang teman Turki. Nah, berubah lagi.
Dalam semalam dia sudah berbuat dua kebohongan. Itu belum lagi dia mulai menulis berita.
Paginya, suami membuka telepon dan mendapatkan sms permintaan maaf dari si wartawan karena merasa sudah mengganggu. Lalu dia menambahkan bahwa dia mendapatkan nomer telepon dari Syauqi. Oh, narsum dari berita ngaco di atas itu kan? Kenal pun tidak.
Terserah ya, mas wartawan. Kamu mau dapat nomer dari langit pun, ga penting. Masalah nomer telepon aja susah banget ngakunya. Apalagi nanti kalau dia sudah menulis berita ngaco yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Secara pribadi saya sangat menyayangkan kelakuan si oknum wartawan itu. Dia kan orang Indonesia. Dia menelepon orang Turki di tengah malam buta dan tipu-tipu soal nomer telepon. Dimana etika dan sopan santun sebagai seorang wartawan dan seorang manusia, serta seorang muslim jika dia muslim? Lagi-lagi, kelakuan minus dari satu orang Indonesia meninggalkan citra jelek Indonesia di mata suami.
Akhirnya, saya hanya mengingatkan kepada para pencari berita, kalian adalah duta Indonesia dan duta media tempat kalian mengais rejeki, tunjukkanlah ketinggian budi pekerti dan sopan santun kita sebagai orang beradab. Jangan halalkan segala cara demi sepotong berita.
Untuk kalian yang menjadi nara sumber berita, waspadalah pada wartawan-wartawan pencari sensasi. Kita mungkin menyampaikan berita benar tapi bagaimana jika kemudian dipelintir dan dimanipulasi oleh si wartawan?
Semoga menjadi pelajaran buat kita semua.
No comments:
Post a Comment