Kita lanjutkan ceritanya ya bestiee..
Ini cerita sebelumnya:
#2. Mobil Polisi
Nah, setelah aku dibawa oleh mobil polisi, kami mampir di salah satu RS untuk visum. Waktu itu aku punya memar di sekitar bibir jadi gampang banget buat bikin visum dan laporan KDRT.
Dari situ, kami ke markas polisi. Aku langsung ditangani dan dibuatkan BAP. Cukup lama aku berada di kantor polisi. Pertama, aku cerita ke seorang perempuan polisi yang paham sedikit bahasa Inggris sambil dia menceritakan kembali ke temannya yang membuatkan BAP. Dia mendengarkan ceritaku dengan prihatin. Ga nyangka mungkin ya. Habis cerita ke mbak polisi, ada satu lagi polisi yang mengkonfirmasi ceritaku tadi dan memastikan informasinya benar alias aku ga sedang halu atau dalam pengaruh syaiton yang terkutuk. Eh? Pak polisi ini pula yang mengkonfirmasi keinginan aku untuk ditempatkan di rumah perlindungan karena aku sudah ga mau lagi tinggal di tempat jahanam itu. Pokonya aku ikuti saran dan usulan staf KBRI Ankara yang menerima laporanku via whatsapp.
Saking lamanya proses BAP, pak polisi sempet beli makanan dulu dan membagi makanannya buat anak-anak. Ciyus, aku tu terharu banget sama perhatian mereka. Pada salah salah komandannya, aku bilang kalo aku mau pulang ke Indonesia dan memohon agar dia mengabulkannya. Bapak komandan hanya mengangguk-angguk sekaligus prihatin melihat aku.
Ya, bayangin aja bestiee, aku tu orang asing bisa sampe di kantor polisi dengan kondisi bibir pecah biru lebam itu apa ga bikin malu kepolisian? Secara yang melakukan itu kan sesama warga negara mereka yakan? Jadi mereka kuatir, kasian, prihatin dan bener-bener memperlakukan aku dengan baik. Ga kebayang kalo cerita ini terjadi di negara konoha. Aku pasti dah kena pungli dan php berkali-kali.
Tak lama aku di ruangan periksa, ada suara teriak-teriak di luar. Itu ternyata si mantan yang langsung dijemput dan dimintai keterangan. Jujurly, aku dah takut aja bestiee. Dan mbak polisi itu membolehkan aku untuk menutup pintu ruangan. Ga usah didenger, katanya.
Hampir malam ketika aku keluar dari kantor polisi. Dua orang polisi mengantarkan aku ke kantor sosial seperti dinas sosial gitu kali ya. Ruangannya sepi karena sudah malam. Sudah ga ada lagi orang yang bekerja. Anak-anak sudah terlihat lelah. Tapi masih tabah menemani ibunya yang harus diproses di sana sini. Waktu itu mereka belum terlalu banyak main gadget jadi ya mainannya seada-adanya. Mereka baru 6 tahun ketika semua itu terjadi. Jadi, gimana aku ga nangis yakan, sepertinya aku menyiksa mereka tapi aku juga ga bisa meninggalkan mereka begitu saja. Apapun yang terjadi, aku harus bawa mereka pergi.
Dari kantor itu kami ke RS lagi untuk visum bagian dalam. Anak-anak sudah mulai mengantuk. Aku ingat aku perlu beli minum karena mereka haus tapi pak polisi ganteng dan baik hati yang menemani kami itu mencegah aku pergi dan membelikan kami minuman. Waktu itu aku ada sedikit uang yang cukup untuk beli minum. Tapi pak polisi itu yang belikan. Rasanya pengen nangis liat kebaikan pak polisi itu. Biasanya ya, bapaknya anak-anak yang selalu melakukan itu. Ya, sudahlah yaa. Tidak terlalu lama di RS itu, kami meluncur lagi ke sebuah rumah.
Itulah dia, rumah perlindungan alias safe house tempat kami tinggal sebelum pulang ke Jakarta.
Rehat dulu aja lagi ya bestiee..
No comments:
Post a Comment