Dari Deviantart |
Jangan tanya dimana Allah saat pembantaian terjadi. Tanyakan apa yang akan kita jawab di hadapan Allah? #EgyptMassacre
-- ustad Felix Siauw
Sebagai bagian dari tanggung jawab sebagai sesama muslim, saya akan berbagi kabar tentang apa yang terjadi di Mesir, insya Alloh. Semoga para pembaca sekalian berkenan mencari tahu apa yang sedang terjadi di Mesir dan tidak begitu saja menerima pemberitaan-pemberitaan media yang berusaha menutupi keadaan yang sesungguhnya.
Risalah dari Mesir (Iman Santoso, Lc)
(dari PKSPiyungan)
Mesir adalah negeri para rasul as. Bapak para rasul, Ibrahim as berkeliling dunia menyampaikan risalah tauhid. Negeri yang disinggahi adalah berawal dari Irak, Syam (Palestina, Siria Yordania dan Libanon) dan Mesir. Dari Mesir mendapatkan hadiah seorang putri pernama Hajar yang kemudian menjadi istrinya.
Dari pernikahan dengan siti Hajar maka lahirlah Ismail as yang merupakan bapak bangsa
Arab. Kemudian dari keturunan Ismail lahirlah Rasulullah saw nabi terakhir sebagai rahmatan lil alamin.
Arab. Kemudian dari keturunan Ismail lahirlah Rasulullah saw nabi terakhir sebagai rahmatan lil alamin.
Kemudian datanglah ke Mesir Nabi Yusuf as bin Ya’kub bin Ishak bin Ibrahim as (cicit nabi Ibrahim). Beliau mengajak keluarganya untuk datang ke Mesir. “ Masuklah ke Mesir insya Allah aman” (QS 12: 99)
Dan Nabi terbesar bani Israil dari Mesir, Musa as yang membebaskan kaumnya dari Firaun dan tentaranya. Firaun dan tentaranya ditenggelamkan Allah karena ingkar pada Musa as dan memusuhinya.
Pada saat cahaya Islam terbit yang dibawa oleh nabi dan rasul terakhir Muhammad saw , maka Mesir termasuk wilayah yang menerima Islam dengan suka cita. Adalah Amru bin Al-Ash ra. sahabat Rasul saw. yang membuka Mesir, menjadi pemimpinannya dan juga wafat disana.
Pada masa kholifah Umar bin Khathab ra. memimpin umat Islam di Madinah, umat Islam disana pernah ditimpa kelaparan dan kekeringan, sehingga beliau dan umat Islam makan apa saja yang dapat di makan. Umar ra berkata, “Demi Allah aku tidak akan makan daging dan keju hingga Allah mengangkat bencana yang menimpa kaum muslimin”. Kemudian Umar teringat dengan saudara-saudaranya se iman di Mesir. Dan Mesir adalah negeri dermawan yang akan mengulurkan tangannya dan akan memberikan yang terbaik untuk menyelamatkan saudaranya di ibukota Islam.
Umar ra kemudian menulis surat kepada gubernur Amru bin Al-Ash ra. yang redaksinya berbunyi sbb: ” Bismilallahirrahmanirrahiim … Dari Umar bin Khathab Amirul Mukminin kepada ‘Amru bin Al-Ash…. Amma Ba’du, Tolonglah kami , tolonglah kami, tolonglah kami…. Wassalam”.
Setelah Amru membaca surat itu, kemudian beliau mengumpulkan penduduk Mesir untuk membacakan surat tersebut di hadapan mereka, selanjutnya berkata, “ Demi Allah, aku akan mengirimkan satu kafilah makanan yang pertama singgah memberikan makanan kepadamu di Madinah dn berikutnya kepadaku di Mesir”.
Maka penduduk Mesir berduyun-duyun mendermakan hartanya. Mereka memberikan bantuan makanan dan unta. Kafilah makanan itu mengalir laksana aliran air dan berjalan laksana malam. Membawa kehidupan, kebaikan, rezeki, dan bantuan bagi ibukota Islam di Madinah.
Berbicara tentang Mesir, maka tidak sempurna jika tidak berbicara tentang Universitas tertua di dunia yaitu Al-Azhar. Awalnya adalah masjid Al-Azhar, yang berdiri pada 7 Ramadhan 361 H (972 M), dan ditandai dengan melakukan ibadah sholat Jum’at di masjid bersejarah tersebut. Maka menurut penanggalan hijriah, al-Azhar saat ini telah berumur 1073 tahun.
Masjid al-Azhar didirikan oleh Dinasti Fatimiyah, sebuah dinasti Syiah Ismailiyah yang berhasil memasuki Mesir dan menaklukkan Dinasti Ikhsyidiyah pada tahun 358 H. Pendirian masjid tersebut merupakan bagian dari mega proyek pembangunan kota baru yang kelak menjadi ibukota Dinasti Fatimiyah di Mesir, yaitu Kairo. Maka sejarah al-Azhar tidak terlepas dari sejarah kota Kairo.
Mencermati latar belakang pembangunan masjid al-Azhar oleh Dinasti Fatimiyah yang menganut paham Syiah, maka pada awal sejarahnya al-Azhar digunakan sebagai pusat penyebaran paham Syiah di Mesir.
Alhamdulillah, kemudian Allah Subhanahu Wata’ala. menjadikan al-Azhar sebagai pusat keilmuan bagi Ahlu Sunnah. Adalah Shalahuddin al-Ayyubi, Sang Panglima Perang yang berhasil menaklukkan Dinasti Fatimiyah pada abad ke-6 Hijriyah. Keberhasilan tersebut berarti akhir sejarah bagi dinasti Syiah di Mesir, sekaligus menjadi titik mula sejarah baru bagi al-Azhar. Al-Azhar yang kemudian terus berkembang pesat hingga menjadi pusat keilmuan paling berpengaruh di dunia Islam.
Di samping kedudukannya sebagai sebuah institusi keilmuan Islam, al-Azhar juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan politik. Pada masa dinasti Turki Utsmani misalnya, al-Azhar mempunyai semacam kekuatan untuk menentukan Gubernur Mesir dengan syarat-syarat tertentu. Al-Azhar juga bisa menurunkan sang gubernur bila terbukti tidak lagi amanah, adil dan bijaksana.
Di masa para penguasa Mesir Modern, mereka berusaha melemahkan Al-Azhar dan berupaya agar dapat mengendalikannya. Seperti pada masa rezim Muhammad Naguib dan kemudian Jamal A. Naser. Bermula dari akhir 1952, dengan pengesahan undang-undang no. 180 tentang penghapusan wakaf swasta. Sebagai konsekuensinya, maka tanah-tanah wakaf yang menjadi sumber ekonomi utama al-Azhar dikuasai negara dan diserahkan kepada Departemen Perbaikan Pertanian. Rezim juga menghapus pengadilan-pengadilan syariah di Mesir, sehingga peran al-Azhar dalam praktek kehidupan rakyat Mesir semakin terbatas. Kemudian dikeluarkannya undang-undang no. 103 tahun 1961 tentang pengaturan ulang struktur al-Azhar. Undang-undang yang pada satu sisi mampu mengatur struktur baru bagi al-Azhar, namun di sisi lain menyebabkan kontrol negara atas al-Azhar semakin besar.
Pasca revolusi, berbagai usaha untuk mengembalikan citra, peran dan kedudukan al-Azhar di mata umat Islam terus diupayakan. Undang-undang independensi al-Azhar, perubahan tata cara pemilihan Syeikh Agung al-Azhar, termasuk sistem penunjukan Haiah Kibâr al-Ulamâ’adalah langkah-langkah awal menuju titik terang tersebut.
Hal lain yang harus mendapat perhatian para peneliti tentang Mesir adalah keberadaan dan peran jamaah Al-Ikhwanul Muslimun. Jamaah ini didirikan oleh Imam Hasan Al Banna pada Pada tahun 1928 pada saat itu beliau baru berusia 22 tahun. Al-Ikhwanul Muslimun adalah jamaah Islam terbesar di zaman modern ini. Seruannya adalah kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah serta mengajak kepada penerapan Syariat Islam dalam kehidupan nyata. Dengan tegar Jamaah ini telah mampu membendung arus sekularisasi di Mesir, dunia Arab dan Islam. Bahkan sekarang berhasil memimpin Mesir. Dengan menempatkan putra terbaiknya menjadi presiden Mesir, Muhammad Mursi, presiden pertama di dunia yang hafizh Al-Qur’an.
Karya ilmiyah yang orisinil dan monumental Imam Hasan Al-Banna adalah Majmu’ah Rasail (Risalah Dakwah), kumpulan ceramah dan pidato beliau yang kemudian dibukukan oleh murid-muridnya. Sedangkan tokoh-tokoh yang bergabung diantaranya adalah, syaikh Muhibbuddin Al-Khatib ulama hadits, syaikh Dr. Musthafa As-Siba’i ahli hukum, syaikh Amin Al-Husaini mufti Palestina, Ahmad Yasin Pendiri Hamas Palestina dll. Dan sekarang da’wah yang dirintisnya sudah masuk pada 70 negara lebih. Hampir tidak ada Gerakan Reformasi di dunia Islam yang tidak terpengaruh oleh jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun.
Perhatian Al-Ikhwanul Muslimun yang dipimpin oleh imam Hasan Al Banna terhadap Islam dan umat Islam sangat besar termasuk umat Islam yang jauh dari Mesir, seperti Indonesia. Hal ini yang menjadikan beliau memimpin sendiri Komite Solidaritas bagi Kemerdekaan Indonesia. Dan utusan Indonesia yang berkunjung ke Mesir saat itu, yaitu H. Agus Salim, Dr. HM Rasyidi, M. Zein Hasan dll mengucapkan terima kasih kepada imam Hasan Al-Banna atas dukungan untuk kemerdekaan Indonesia. ***
No comments:
Post a Comment